Cari

GusFauz

Secuil memori dari putaran waktu yang telah dilalui…

Menengok Kembali Ingatan Kolektif Bangsa dalam Perspektif Representasi Sosial – Sebuah Catatan dari Kuliah Umum Prof Hamdi Muluk


Ingatan merupakan suatu rangkaian kisah yang dinarasikan, berkisahlah.. dan engkau akan mengingatnya…

Pagi ini saya mendapat kesempatan untuk mendengarkan dan bertemu langsung dengan Bapak Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si. Jujur sebelumnya saya tidak tahu.. siapa beliau ini.. Nyuwun ngapunten Prof, jika kebetulan bapak atau mahasiswa bimbingan bapak ada yang membaca tulisan ini, saya mohon maaf karena saya belum mengenal beliau lebih dalam.. Akhirnya subuh tadi sebelum saya ikut perkuliahan ini, saya Search di Youtube “Prof Hamdi Muluk”- Ya di youtube, karena ingin mendengar kuliah beliau (Sebuah alasan karena minat baca saya nggak gede gede amat), dan akhirnya saya tahu betapa kerennya beliau ini.. Seorang ahli psikologi politi kajian-kajian tentang rekonsiliasi dan berbagai topik tentang psikologi sosial. Anda tau program revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi? Nah, Prof Hamdi Muluk ini adalah salah satu orang yang memberikan sumbangsih pemikiran dalam penerapan revolusi mental (Jangan tanya pro-kontranya pro kontra penggunaan istilah revolusi mental, jadi puaaanjang nanti pembahasannya). Beliau juga sering menjadi pembicara dalam berbagai media terkait topik psikologi politik.

Kembali ke topik…

Apa itu ingatan kolektif? Apa itu Representasi Sosial? Yaa dalam benak saya dua hal ini yang patut ditanyakan diawal agar pembahasannya nggak melipir kejauhan dari topik itu. Untuk apa mbahas dua istilah yang entah darimana datangnya itu? Sebelum menjawabnya, mari kita kembali ke konteks kekinian yang pasti sebagai orang Indonesia tentu tau diantara bulan september-oktober itu topik apa yang biasanya dihangatkan? (Saya gunakan dihangatkan karena ini pembahasan sudah luuaamaa sejak tahun 65 dan tiap tahun mesti dikompor-kompori lagi biar jadi hangat). Ya itu adalah apa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September/ PKI.

Ingatan Kolektif (Colective Memory) adalah ingatan, gambaran, pengetahuan tentang masa lalu yang dikenang secara bersama oleh individu-individu yang ada dalam kelompok. Ingatan tersebut sifatnya dibagi (shared), ditransmisikan dan dilanggengkan bersama lewat proses diskursif (komunikasi, bahasa, tulisan, percakapan, dialog, diskusi, dll) atau juga lewat tindakan nyata (bodily practices) -Definisi dalam disertasi Hamdi Muluk (2004).

social representation is a stock of values, ideas, metaphors, beliefs, and practices that are shared among the members of groups and communities (wikipedia). Intinya, representasi sosial adalah sekelompok nilai, ide, metafora, kepercayaan dan praktek-praktek tindakan yang dibagikan(atau  mungkin diwariskan) pada anggota-anggota kelompok atau komunitas.

Jadi, yang dibahas disini bukan tentang bagaimana sejarah itu dibentuk.. namun lebih pada bagaimana kejadian-kejadian yang lampau itu diingat oleh orang-orang, bahkan Prof Hamdi Muluk menyatakan, yang patut mendapatkan perhatian adalah.. kenapa kejadian itu yang diingat? Dalam konteks kejadian 1965 secara sederhana bisa dijelaskan ada collective remembering (proses mengingat secara kolektif alias rame-rame mengingat) yang akhirnya menjadi ingatan kolektif (collective  memory) dan itu mewujud menjadi nilai, ide, kepercayaan yang diyakini oleh anggota kelompok/ komunitas.

Bagi saya, jujur pembahasan berbagai cerita sejarah (bukan hanya kejadian 65) menggunakan pendekatan ingatan kolektif-representasi sosial merupakan suatu pendekatan yang sangat menarik. Yaa sangat menarik, mengingat sejarah bukan hanya sekedar mengingat tanggal.. tapi mengingat suatu kejadian (mengapa kejadian itu yang dingat).. dan bagaimana kejadian itu dikisahkan kembali kepada generasi selanjutnya.. Disanalah bagaimana kita memaknai diri kita sebagai manusia. Mereka yang mengingat sejarah, menguasai saat ini.. Siapa yang menguasai saat ini, merekalah yang menentukan masa depan….IMG-20171018-WA0015

“Memandirikan Indonesia!”, Leadership Talk-Rumah Kepemimpinan Surabaya 2015


Alhamdhulillah hari ini, Sabtu 5 Desember 2015 saya berkesempatan mengikuti leadership talk yang diadakan oleh Rumah Kepemimpinan PPSDMS Surabaya. Kalau boleh disebut sebagai semacam seminar, seminar ini mengangkat tema tentang “Memandirikan Indonesia”. Tema ini menekankan pada pentingnya persiapan kita untuk menghadapi MEA 2016. Kegiaan ini berangkat dari sebuah pertanyaan, siapkah kita menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang akan dimulai tahun 2016? Lalu apa yang perlu kita siapkan untuk dapat bersaing? (dengan kapasitas kita sebagai mahasiswa tentunya). Untuk membahas tema tersebut, RK-PPSDMS regional Surabaya menghadirkan narasumber yang memiliki pengalaman dalam bidang masing-masing (sektor privat dan sektor birokrasi/.pemerintahan). Pembicara dalam acara ini adalah sebagai berikut:

Leadership Talk

Kegiatan ini diwali dengan sambutan oleh Rektor ITS, yaitu Prof. Joni Hermana yang menyampaikan harapan-harapan untuk terselenggaranya Leadership Talk yang dilaksanakan di ITS ini. (Saya langsung memotong ke sesi ini, mohon maaf karena terlambat hadir lebih awal). Selanjutnya Acara masuk pada inti yaitu Leadership Talk yang diawali dengan Moderator yang berjalan dari pintu utama menuju panggung utama di Gedung Robotika ITS ini. Moderator adalah Peserta Rumah Kepemimpinan PPSDMS Regional Surabaya, Febrian Kiswanto dari FEB Unair. Ia membuka acara ini dengan membacakan semacam orasi singkat kemudian mempersilakan 2 pembicara pembuka yaitu dari PT. Badak dan dari JNE. Pembahasan singkat mengenai isi masing-masing pemaparan pemateri adalah sebagai berikut:

Bpk Yhenda Permana(COO dan Direktur PT Badak NGL)

Beliau mengawali sharingnya dengan menjelaskan company profile PT Badak NGL yang mengelola gas di Blok Mahakam, Bontang Kalimantan. Beliau menyampaikan berbagai penghargaan yang diraih oleh PT Badak dalam menyelenggarakan pengelolaan gas Bumi sehingga menjadi salah satu yang terbaik di Dunia. Bahkan PT Badak saat ini menjadi semacam “tempat berguru” bagi tenaga-tenaga asing untuk menimba ilmu pengelolaan Gas Bumi. Anak Bangsa dari PT Badak telah diakui kemampuannya sehingga beberapa kali telah dikirim misalnya ke Angola, Yaman dll.(http://industri.kontan.co.id/news/pt-badak-ngl-ekspansi-ke-jasa-operasional-dan-pemeliharaan-kilang-1). Selain itu, beliau juga menjelaskan berbagai upaya untuk mengembangkan SDM indonesia salah satunya dengan mendirikan LNG Academy (http://lngacademy.weebly.com/).  Saat menyinggung Tentang MEA beliau manyampaikan kuncinya ada 3 hal yaitu “Niat, Kerja Keras dan Inovasi!”. Kurangi waktu tidurmu! Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yaitu “Orang-orang terbaik adalah orang-orang yang berguna, berguna disini adalah orang-orang yang berkarya dan berinovasi”.

Bpk M. Johari Zain (Founder JNE)

Pembicara kedua, Bapak Johari membuka pemaparannya dengan sedikit guyonan menggelitik dan kekaguman beliau pada antusiasme mahasiswa Surabaya yang tampaknya minatnya terhadap pemimpin yang berbicara (seperti acara leadership talk ini) tidak kalah dengan StandUp Comedy yang isinya bercandaan yang disambut dengan tepuk tangan dan penonton yang riuh. Beliau langsung memaparkan tentang MEA dan menekankan pada pentingnya daya saing. Menurut beliau, daya saing ditentukan oleh 2 hal yaitu (1) oleh otaknya, (2) oleh kompetensinya. Beliau juga menyinggung tentang pentingnya pemahaman daripada hanya sekedar menghafal suatu proses (disini beliau sedikit mengkritisi model pembelajaran formal di negeri ini). Hal yang patut dicatat dalam melakukan sesuatu misalnya suatu usaha adalah “Ciptakan sesuatu karena ingin melayani“. Terakhir beliau menekankan tentang 3 kunci inti pemberdayaan manusia yaitu (1)ketuhanan(keberkahan) (2)Kemanusiaan dan (3) saya lupa dan juga karena nggak kelihatan, duduk dibelakang eee.. *lain kali kalo ikut seminar harus datang lebih awal biar dapet tempat strategis. *Semoga ppsdms mau ngupload materinya. Aaamiin

Bpk M. Fajrin Rasyid (Co Founder BukaLapak.com)

Disini mas Fajrin menekankan bahwa Pasar di Indonesia merupakan 40% dari total seluruh negara2 ASEAN. Hal ini bisa menjadi merupakan suatu keuntungan namun juga bisa menjadi kelemahan. MEA merupakan suatu persaingan. UNtuk memenangkan persingan itu adalah kenali pasar dan lihat peluang. Karena kita dari Indonesia tentu kita memiliki keuntungan yaitu lebih mengetahui selera pasar di Indonesia dan bukan tidak mungkin jika jeli terhadap peluang maka kita akan mampu menembus pasar-pasar di luar negeri.

Bpk Prof. Joni Hermana (Rektor ITS)

Beliau memberikan pemaparan yang khas dengan gaya akademisi (dosen) yang menjelaskan sesuatu dengan data-data lengkap dengan mencantumkan sumbernya. Misalnya beliau menyampaikan perkataan Bill Gates yaitu “Kita tidak bisa menyalahkan kenapa kita terlahir miskin, namun anda patut menyalahkan diri anda kalau anda mati dalam keadaan miskin. Atau saat memberikan semangat untuk para peserta seminar. Untuk menggelorakan semangat tersebut, Prof Joni menggunakan kata-kata yang dilontarkan oleh Muhammad Ali yang intinya “Ketika aku mengingat betapa keras aku berlatih, dan bagaimana letih dan menyakitkannya latihan itu hingga aku ingin berhenti.. Namun aku aku harus tetap maju, karena aku melihat diujung semua rasa sakit dan kepedihan itu aku akan menjadi seorang juara!”.

-Redefinisi Mahasiswa Pintar yaitu mahasiswa yang menyeimbangkan dunia dan akhiratnya.

Bpk Dahlan Iskan (Mantan Menteri Negara BUMN)

Anda belum saatnya memikirkan MEA atau persaingan-persaingan yang sesungguhnya. MUngkin nanti 8 atau 10 tahun lagi baru anda memasuki persingan itu. Untuk yang bisa anda lakukan adalah belaja yang rajin dan sebaik mungkin, itu saja sudah cukup! * sambil tersenyum dan gaya bicaranya yang cepat dan menggebu-gebu.

Beliau menekankan pentingnya prediksi untuk dapat melihat persingan kedepan. Misalnya kedepan INdonesia diprediksi akan menjadi 12 Besar ekonomi dunia, maka otomatis akan semakin banyak masyarakat kelas menengah dan mendominasi penduduk di negeri ini. JIka kita ingin menciptakan suatu usaha atau apapun maka kita harus memahami karakteristik kelas menengah. Disini ada 3 ciri kelas menengah yaitu (1) pingin segalanya serba instan, (2) ngomongnya blak-blakan dan (3) nah yang nomer 3 ini kayaknya belum tersampaikan karena beliau memberikan contoh2 yang puanjang lebar untuk kedua ciri sebelumnya. * atau mungkin saya yang kurang fokus mendengarkan? nyuwuun ngapunteen…huhuhu.. T-T

-Indonesia itu memerlukan OPERATOR yang CERDAS. Lebih spesifik Orang Cerdas yang MAU BERKERINGAT! Kita sudah kebanyakan orang Pintar. ORang PIntar yang kerjanya lobi-lobian di restoran di hotel, kita tidak butuh yang seperti itu.. cukup “ORANG CERDAS YANG MAU BERKERINGAT!!” (Dahlan Iskan, Leadership Talk Surabaya 2015)

*Rumah Kepemimpinan PPSDMS (Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis)Nurul Fikri Merupakan program pembinaan mahasiswa berprestasi di 7 Regional yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bogor, Medan dan Makassar.(info lebih lanjut silakan kunjung http://www.ppsdms.org)

*LEADERSHIP TALK, Merupakan agenda kegiatan Rutin yang dilaksanakan di masing-masing Regional dengan menhadirkan pembicara-pembicara kelas Nasional untuk menumbuhkan semangat perubahan untuk mewujudkan INdonesia yang lebih baik dan bermartabat. Selain itu acara ini dapat menjadi sarana “branding” Rumah Kepemimpinan PPSDMS Nurul Fikri sebagai salah satu penyelenggara pembinaan sumberdaya manusia dengan pengelolaan dan manajemen yang Mumpuni di INdonesia.

 

Orangtua dan Tugas Seorang Muslim


Hari jumat, 20 November 2015 alhamdhulillah dapat mengikuti Sholat Jumat di salah satu masjid di daerah Pucang Surabaya. (Sayang sekali aku tidak dapat menngingat siapa Khotib dalam khotbah jumat itu). Dalam khotbahnya, Khotib menekankan pentingnya seorang pribadi muslim mempersiapkan putra-putrinya, keturunannya menjadi pribadi-pribadi terbaik. Ingatankupun terputar kembali kepada masa-masa disaat dimana bapak ibu dirumah memberikan nasihat-nasihat untukku dan mbak masku.

Pernah suatu hari (Saat itu mungkin sekitar tahun 1996 saat aku masih SD), kakak pertamaku (Mas) pulang latihan pramuka dan tiba dirumah dengan wajah tertunduk lesu.  Ibuku menanyakan ada hal apa sehingga ia terlihat sedih. Kakakupun menjawab bahwa ia baru saja terkena tilang. Ia menceritakan, bahwa sebelumnya dia sudah selesai menjalani pemeriksaan stnk dan sim dan ketika berjalan untuk meninggalkan razia (momen) itu salah seorang polisi bertanya itu lampu bagian belakangnya nyala apa mati? dan dengan jujur kakak menjawab mati pak! dan akhirnya di tilang. Saat itu aku ingat ibu sedikit memarahi kakak, kenapa ndak bilang nyala! biar ndak ditilang. Kakakku hanya diam dan terlihat menyesal karena terkena tilang. Lalu aku ingat saat itu bapak berpesan pada ibu ” Tidak apa-apa ditilang, wong lampunya memang mati. Ya kita harus bersyukur berarti anak kita adalah pribadi yang jujur buk.. “. Perkataan beliau begitu membekas dalam hati kami. Bagaimana beliau menanamkan nilai-nilai kebaikan agar kami menjadi pribadi-pribadi yang unggul. Beliau tidak menyalahkan kami atas kekhilafan yang sudah dilakukan. Namun lebih kepada hikmah apa yang dapat kita ambil dari peristiwa yang sudah terjadi. Terimakasih bapak.. 🙂

Bagiku ibu yang membesarkan kami adalah ibu yang luar biasa. Ibuku tidak bekerja, beliau mengurus rumahtangga. Menyiapkan semua keperluan kami. Ibukulah yang menyapu halaman rumah kami agar terlihat bersih, memasak sendiri untuk memastikan kami makan makanan yang baik dan khalal (khalalan toyyiban) dan berbagai tugas lain yang membantu kami tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang baik. Beliau mengajarkan kami kasih sayang, ketulusan, pengorbanan dan kemandirian dengan tindakan.. Ibu adalah pribadi yang ramah, murah senyum dan penuh kasih. Ibu juga memberikan kami contoh bagaimana kami harus berluku sopan dan menghormati kepada orang lain. Ibu mencontohkannya mulai dari orang yang paling dekat yaitu ayah. Tidak pernah sekalipun aku melihat bapak ibuku dalam suatu pertengkaran. Yang sering aku lihat adalah rasa saling menyayangi, menghormati dan menghargai. Seringkali saat aku mengantar ibu berbelanja dan ada suatu barang yang menurut ibu perlu dibeli, beliau selalu memintaku untuk menanyakannya dulu pada bapak. Begitu juga dengan bapak, saat beliau sedang menobrolkan sesuai dengan kami beliau tidak jarang menyuruh kami untuk meminta pendapat kepada ibu.  Terimaksaih banyak ibu 🙂

Kembali kepada tema khotbah Jumat 20 November 2015, ada beberapa hal saat itu aku ingat dalam hati. Keluarga adalah tempat kita menanamkan nilai nilai kebaikan.. Sebagai orangtua adalah menjadi tanggung jawabnya untuk mempersiapkan putra-putrinya menjadi pribadi yang terbaik. Kesiapan itu meliputi Kesiapan Pribadi dengan memberikan pendidikan akhlak. Kesiapan finansial untuk membiayai putra-putrinya agar mendapatkan pendidikan lanjutan yang terbaik maupun memastikan kebutuhan-kebutuhan fisik mereka dapat terpenuhi sehingga antara batiniah dan lahiriyah dapat berjalan selaras dan terwujud pribadi-pribadi unggul dimasa depan. Aaamiin.. 🙂

*Lama ndak menulis rasanya belepotan.. nyuwun ngapunten.. ^^v

 

 

WISC (Wechsler Intelligence Scale For Children)


Salah satu alat ukur inteligensi yang banyak digunakan di Indonesia adalah WISC. Alat ukur ini diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Weschler dan telah mengalami beberapa revisi. Untuk yang diadaptasi di Indonesia merupakan adaptasi sekala asli yang telah direvisi (penulis menduga ini merupakan bentuk revisi ke III yang dilakukan pada tahun 1980an). Seperti namanya yang terdapat kata children, alat tes ini diperuntukkan bagi anak berusia 5-15 tahun (Untuk usia diatasnya ada alat tes WAIS).  Skala WISC terbagi atas 2 kelompok tes yang disebut kelompok Verbal dan Kelompok Performance. Masing-masing kelompok terdapat 6 tes yang dikelompokkan sebagai berikut:

Kelompok Verbal:

  1. Informasi
  2. Pemahaman
  3. Berhitung
  4. Persamaan
  5. Perbedaharaan Kata
  6. Rentangan Angka (tambahan).

Kelompok Performance:

  1. Melengkapi Gambar
  2. Mengatur Gambar
  3. Rancangan Balok
  4. Merakit Objek
  5. Simbol
  6. Mazes (tambahan).

wisc - wisc - r wisc III

Dalam penyekoran, dari ke 12 tes tersebut hanya digunakan 10 tes untuk menyingkat waktu pelaksnaan tes. Kesemua tes dapat diberikan khususnya dalam situasi klinis yang memerlukan data kualitatif dari kedua tes tersebut. Bila ke 12 tes tersebut dilaksanakan maka perlu penyesuaian capaian skor sehingga dapat menggunkan standar skor yang sebenarnya diperuntukkan untuk 10 tes. Penyetaraan ini disebut sebagai Prorasi.

Beberapa Hal yang patut menjadi catatan dari Tes WISC adalah sebagai berikut:

  • Pada skala WISC, penentuan skor tidak menggunakan perhitungan usia mental (seperti di tes BINET). Namun skor merupakan hasil dari perhitungan norma yang telah standarisasi sehingga kita bisa langsung mengkonfersi raw score menjadi standart score yang tercantum dalam buku pedoman WISC.
  • Skala WISC terbagi dalam tes verbal dan tes performance, untuk menjaga motivasi klien anak-anak yang mungkin mudah bosan maka asesor dapat memberikan tes secara fleksibel misalnya membuat tes verbal dan tes performance berselang seling sehingga klien tidak bosan dengan penugasan yang sedang dijalaninya.
  • Skala WISC mendapatkan 3 skor utama yaitu Skor Verbal, Skor Performance dan Skor Skala lengkap. Masing masing skor tersebut memiliki nilai interpretatif sehingga sebagai seorang psikolog (administrator) harus memahami nilai iterpretatif dari kombinasi skor yang diperoleh oleh klien.
  • Hal yang tidak kalah penting dan patut mendapatkan perhatian adalah catatan kualitatif selama tes berlangsung misalnya sikap selama pelaksanaan tes, komunikasi, kepercayaan diri klien yang dapat menjadi pelengkap untuk lebih memahami dinamika psikologis dri klien yang sedang kita uji.

Akhirnya setelah sekian lama “mangkrak” sejak laman ini dibuat akhirnya aku memutuskan untuk menghidupkannya kembali. Ini bukan tanpa alasan. Beberapa saat aku merenungkan bahwa ada hal yang hilang saat hari demi hari berlalu.. sungguh amat disayangkan. Bukankah kehidupan adala suatu rangkaian cerita dari detik demi detik, menit, jam, hari yang kita lalui?

Bismillah dengan ini saya memulai kembali aktifitas menulis ini.. Untuk lebih menghargai waktu yang telah dilalui agar menjadi lebih bijak dalam menjalani kehidupan.. Aaamiin.. 🙂Menulis-Sumbangan-Pemikiran-Untuk-Perusahaan-dan-Penghasilan-Sampingan-Tanpa-Mengganggu-Jam-Kerja

Question and Answer METODE SAMPLING


  1. Apa yang dimaksud sampel dan metode sampling ?

Sampel adalah himpunan bagian (subset) dari suatu populasi, sedangkan sampling adalah proses seleksi dan pengambilan sebuah sampel dari populasinya (Zainuddin, 2011).

Metode sampling atau teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian melalui beberapa teknik (Sugiyono).

Dalam menentukan sampel harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan beberapa syarat dan mempergunakan teknik sampling yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam menentukan teknik sampling hendaknya tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan dan ekonomis. Oleh karena itu sebelum dilakukan penelitian harus melakukan survei terhadap kemungkinan cara penentuan sampel. Dengan survey tersebut dapat diperoleh informasi yang berharga untuk merancang dan menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang tepat.

Pemilihan sampel perlu mengikuti langkah-langkah yang sama, yaitu pengidentifikasian populasi, penentuan sampel yang dikehaendaki dan pemilihan sampel.

  1. Berapa banyak metode sampling yang anda ketahui?

Teknik sampling dibagi menjadi dua macam, yaitu probabilitas atau random sampling dan non-probabillitas atau non-random sampling (Zainuddin, 2011).

Teknik sampling probabilitas terdiri atas lima macam, antara lain:

  1. Simple random sampling (acak sederhana)

Sampling ini digunakan jika populasi dianggap homogen berdasarkan kriteria tertentu. Pengambilan unit sampel dari sampling frame dapat dilakukan dengan undian maupun dengan pertolongan bilangan random.

  1. Systematic random sampling (acak sistematis)

Pada sampling ini yang dipilih secara acaknya hanyalah nomor sampel urutan pertama, kemudian nomer urutan selanjutnya ditentukan secara sistematik dengan meloncat sebesar kelipatan angka sebesar N/n.

  1. Stratified random sampling (acak berlapis)

Sampling ini digunakan jika populasinya heterogen dan setelah ditelaah lebih mendalam, ternyata terdiri atas strata atau lapisan yang homogen.

c.1  Simple stratified random sampling

Pada sampling ini, jumlah unit populasi dalam setiap strata sama sehingga jumlah sampel yang berasal dari setiap strata juga sama.

c.2 Proportional stratified random sampling

Pada sampling ini, jumlah unit populasi dalam setiap strata tidak sama sehingga jumlah sampel yang berasal dari setiap strata juga tidak sama.

  1. Cluster atau area random sampling (acak kelompok atau acak area)

Sampling ini digunakan jika populasi heterogen, dimana ciri-ciri unit populasi tidak serbasama (tidak homogen), dan terdiri dari kelompok-kelompok. Heterogenitas dalam cluster atau area sama dengan heterogenitas populasinya.

  1. Multistage atau double random sampling (acak bertahap atau acak ganda). Sampling ini digunakan pada populasi yang sangat kompleks terdiri atas unit populasi yang terdiri dari beberapa strata dan berada dalam clusters atau areas yang heterogen. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sampel yang semaksimal mungkin mewakili semua ciri-ciri yang ada dalam populasinya.
  Simple random sampling Stratified random sampling Cluster random sampling Multistage random sampling Systematic random sampling
Karakteristik Populasi homogen, nomor urut Populasi heterogen Populasi heterogen dan dilakukan dua kali randomisasi. Populasi kompleks Sampel urutan pertama dipilih secara acak. Sedangkan sampel kedua dan seterusnya ditentukan secara sistematik dengan meloncat sebesar kelipatan N/n.
Kelebihan Pelaksanaan mudah Pelaksanaan mudah dan adanya stratifikasi da[at meningkatkan presisi dari sampel terhadap populasi. Penyebaran unit populasi dapat dihindari. Mendapatkan sampel yang maksimal dan benar-benar mewakili dari ciri-ciri populasi.
Kelemahan Letak populasi jauh dan menyebar Letak populasi dapat jauh Sulit diperoleh suatu cluster dengan heterogenitas yang benar-benar sama.

Teknik non probabilitas terdiri atas beberapa macam sampling sebagai berikut:

  1. Acceidental/Convenient sampling

Sampling secara kebetulan pada subjek yang ditemui atau mudah ditemui

  1. Purposive judgment sampling

Sampling yang dipilih atau ditetapkan berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan penelitian.

  1. Snowball sampling (mirip M-lm)

Neuman (2007) juga membagi teknik sampling menjadi dua macam, yaitu:

  1. Tipe sampel non probabilitas
  2. Haphazard

Mendapatkan setiap kasus dengan cara yang telah disepakati.

  1. Kuota

Mendapatkan nomor yang telah ditetapkan pada kasus dalam beberapa kategori yang telah ditentukan yang akan mencerminkan keragaman populasi, menggunakan metode haphazard.

  1. Purposive

Mendapatkan semua kasus yang mungkin sesuai dengan kriteria tertentu, dengan menggunakan berbagai macam metode.

  1. Snowball

Mendapatkan kasus menggunakan rujukan dari satu atau beberapa kasus, dan kemudian rujukan dari kasus tersebut, dan seterusnya.

  1. Case Deviant

Mendapatkan kasus yang secara substansial berbeda dari pola yang dominan (khusus jenis sampel purposive).

  1. Sequential

Mendapatkan kasus hingga tidak ada tambahan formasi atau karakteristik baru (sering digunakan dengan metode pengambilan sampel lainnya).

  1. Tipe sampel probabilitas.
  2. Simple Random

Membuat kerangka sampling untuk semua kasus, kemudian pilih kasus menggunakan proses sepenuhnya acak (misalnya, acak-nomor meja atau program komputer).

  1. b. Stratified

Membuat kerangka sampling untuk masing-masing beberapa kategori kasus, mengambil sampel acak dari masing-masing kategori, kemudian menggabungkan beberapa sampel.

  1. Sistematis

Membuat kerangka sampling, menghitung sampling interval 1/k, memilih tempat mulai secara acak, kemudian mengambil setiap 1/k dari kasus.

  1. Cluster

Membuat kerangka sampling untuk unit cluster yang lebih besar, mengambil sampel acak dari unit cluster, membuat kerangka sampling untuk kasus-kasus dalam setiap unit klaster yang dipilih, kemudian mengambil sampel secara acak dari kasus, dan seterusnya.

Menurut literatur lain, metode sampling dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu probability sampling, purposive sampling, convenience sampling, dan mixed method sampling dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

  1. Teknik probability sampling seringkali digunakan dalam penelitian kuantitatif, yaitu dengan cara memilih jumlah yang relatif besar dalam unit dari suatu populasi atau dari suatu sub-kelompok yang spesifik (strata) dari suatu populasi, secara acak dimana penggabungan dari tiap anggota populasi dapat ditentukan (Tashakkori & Teddlie, 2003 dalam Teddlie & Yu, 2007).
  2. Teknik purposive sampling (sampel bertujuan), biasa digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu ditentukan dengan cara pemilihan unit terlebih dahulu (misal individual, kelompok individu, atau institusi) didasarkan pada tujuan spesifik terkait dengan jeawaban dari pertanyaan penelitian.
  3. Convenience sampling melibatkan penggambaran sampel yang baik dan mudah diakses serta bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, baik yang dipilih (captive) maupun relawan (volunteer).
  4. Mixed method sampling (metode campuran), melibatkan pemilihan satuan unit atau kasus penelitian menggunakan sampling probabilitas untuk meningkatkan validitas eksternal serta strategi sampling bertujuan untuk meningkatkan transferabilitas.
  1. Mengapa metode sampling sangat diperlukan?

Dalam suatu penelitian, metode sampling menjadi salah satu aspek yang penting dan diperlukan, karena akan menentukan validitas eksternal dari hasil penelitian, dalam arti menentukan seberapa luas atau sejauhmana keberlakuan atau generalisasi kesimpulan hasil penelitian. Dengan demikian, kualitas sampling akan menentukan kualitas kesimpulan suatu penelitian. Oleh karena itu, setiap kelemahan dalam metode sampling akan menyebabkan kelemahan kesimpulan, kelemahan ramalan atau dalam tindakan yang mendasarkan pada hasil penelitian tersebut (Zainuddin, 2011).

  1. Kapan metode sampling tidak diperlukan?

Pada hakekatnya sebagai seorang peneliti kita perlu menerapkan metode sampling untuk mendapatkan sample yang tepat untuk mewakili populasi penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kita tidak memerlukan metode sampling ketika dihadapkan dalam kondisi sebagai berikut:

  1. Anggaran penelitian yang sangat besar sehingga memungkinkan untuk mengambil data dari semua populasi. Dalam hal ini menggunakan pendekatan sensus atau menggunakan seluruh anggota populasi dalam penelitian.
  2. Saat populasi penelitian hanya sedikit atau lingkup penelitian yang sempit sehingga memungkinkan bagi penelitian untuk mengambil data dari keseluruhan populasi.
  1. Seberapa banyak manfaat menggunakan metode sampling?

Keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan metode sampling antara lain (Zainuddin, 2011):

  1. Dari segi biaya akan menjadi lebih murah
  2. Dari segi waktu akan lebih cepat, sehingga hasilnya up to date
  3. Dari segi tenaga akan lebih hemat
  4. Variabel yang diteliti dapat lebih banyak dan mendalam, sehingga kedalaman serta ketepatan informasi akan lebih baik
  5. Walaupun hanya menggunakan sebagian saja dari subjek atau objek penelitian, tetapi hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Menurut Hartanto (2003), manfaat menggunakan metode sampling adalah sebagai berikut :

  1. Dapat menghindari kerugian, jika dalam pengumpulan data objek penelitian harus “dirusak”.
  1. Kesimpulan umum (tentang populasi) diperoleh dengan relatif murah, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Tingkat kesalahan pada kesimpulan umum dapat diperhitungkan, yaitu melalui penghitungan sampling error.
  3. Validitas informasi atau validitas pengukuran dapat ditingkatkan, karena dapat dilakukan kontrol terhadap variabel-variabel tertentu, sehingga hasilnya lebih teliti.
  1. Mengapa pendekatan sampling lebih baik dibandingkan dengan pendekatan sensus atau seluruh populasi?
    1. Jika pengambilan sampel didasarkan atas dasar prinsip probabilitas, maka penggunaan data dari sampel untuk pengambilan kesimpulan tentang populasi tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
  2. Jika populasi homogen, maka sampel adalah identik dengan populasinya
  3. Jika observasi atau eksperimentasi bersifat merusak unit sampel, maka jika digunakan sensus akan sangat merugikan.
  4. Jika populasi jumlahnya tak terbatas, maka pendekatan sensus adalah mustahil atau tidak mungkin untuk dilakukan.
  5. Jika ada keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya penelitian, maka pendekatan sampling lebih baik.
  6. Jika diperlukan adanya kontrol atau pengaturan terhadap variabel-variabel tertentu, maka pendekatan sampling lebih efektif.
  7. Jika menggunakan sampling, maka variabel penelitian dapat diperluas dan diperdalam oleh karena jumlah yang diobservasi dan diberi perlakuan lebih sedikit, dengan demikian informasi penelitian yang diperoleh akan lebih tepat dan teliti (Zainuddin, 2011).
  1. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan sampling?

Langkah-langkah atau tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan sampling adalah sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. menetapkan populasi penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian
  2. menentukan variabel-variabel yang akan diamati dan diukur
  3. menentukan kerangka sampel (sampling frame) yang akan digunakan
  4. menentukan teknik sampling yang relevan dengan tujuan penelitian
  5. menentukan jumlah sampel yang akan digunakan
  6. menyesuaikan dan mempertimbangkan biaya yang harus disediakan
  1. Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterwakilan atau representativitas suatu sampel terhadap populasinya?
  2. Teknik sampling yang digunakan

Teknik sampling yang dapat menjamin keterwakilan yang lebih tinggi adalah random sampling atau probabilitas sampling.

  1. Jumlah sampel yang digunakan

Untuk jumlah sampel berlaku prinsip bahwa makin banyak sampel maka makin representatif.

  1. Kejelasan kriteria unit sampel yang digunakan

Kejelasan kriteria unit populasi penelitian, baik inclusion criterion maupun exclusion criterion sangat erat hubungannya dengan variasi antarunit populasi. Makin ketat kriteria unit ppulasi akan meningkatkan validitas internal, tetapi akan menurunkan validitas eksternal. Sebaliknya, makin longgar kriteria unit populasinya, akan meningkatkan validitas eksternal, tetapi akan menurunkan validitas internal.

  1. Variasi antarunit populasi penelitian

Faktor ini merupakan faktor yang sudah “given”, atau begitu adanya, sehingga tidak dapat dikendalikan (Zainuddin, 2011).

  1. Jelaskan perbedaan antara random sampling dan non-random sampling?

Random sampling, memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. Tiap unit atau individu populasi mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama untuk menjadi sampel. jadi nilai probabilitas tiap unit populasi untuk terpilih sebagai unit sampel adalah sama, tidak = 0 dan atau tidak = 1.
  2. Random sampling merupakan salah satu asumsi pemakaian statistik inferensial.
  3. Jika menggunakan teknik random sampling dapat dilakukan generalisasi dengan tingkat validitas generalisasi sangat baik. Dengan kata lain, jika tujuan penelitian adalah untuk melakukan generalisasi, maka teknik sampling yang terbaik adalah random sampling.

Non-random sampling, memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zainuddin, 2011):

  1. Kesempatan atau probabilitas setiap unit atau individual populasi untuk menjadi sampel tidak sama. Dengan demikian, ada unit populasi yang nilai probabilitasnya untuk terpilih menjadi unit sampel adalah = 0 atau = 1.
  2. Jika pengambilan sampel dilakukan dengan cara nonrandom, maka penggunaan statistika inferensial parametrik dipertanyakan keabsahannya.
  3. Jika menggunakan teknik nonrandom sampling, dan dilakukan generalisasi terhadap populasinya, maka tingkat validitas generalisasinya kurang baik. Dengan kata lain, generalisasi hanya berlaku untuk sampel yang digunakan saja.
  1. Bagaimana cara menentukan jumlah sampel?

Banyaknya sampel tergantung pada jenis analisis data yang direncanakan oleh peneliti, yaitu pada seberapa akurat sampel harus menjadi tujuan penelitian dan karakteristik populasi. Seperti yang kita tahu, bahwa ukuran sampel yang besar saja tidak menjamin sampel dapat representatif. Sebuah sampel besar tanpa random sampling akan memiliki representative yang kurang dibandingkan dengan yang memiliki sampel kecil dengan random sampling. Penentuan sampel didasarkan pada dua hal yaitu pertama, dengan membuat asumsi tentang populasi dan menggunakan persamaan statistik tentang proses random sampling. Peneliti ini harus membuat asumsi tentang tingkat kepercayaan (atau jumlah kesalahan) yang diterima dan tingkat variasi dalam populasi. Metode kedua adalah yang paling sering digunakan yaitu dengan petunjuk praktis tentang jumlah konvensional atau yang biasa diterima. Para peneliti menggunakannya karena mereka jarang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh metode statistik dan karena memberikan ukuran sampel dekat dengan orang-orang dari metode statistik.

Menurut Zainuddin (2011) Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan jumlah sampel (n),

  1. Pendekatan empiris

Pendekatan empiris atau intuisional menggunakan analogi dengan jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti sebelumnya, misalnya tujuan penelitian untuk survey di bidang kesehatan menggunakan teknik kuisioner di tingkat provinsi dengan jumlah penduduk di atas 10 juta, maka menggunakan jumlah sampel sekitar 20.000 – 90.000 respinden.

  1. Pendekatan analitis

Pendekatan ini juga dikenal sebagai metode estimasi atau prakiraan menggunakan pendekatan perhitungan secara statistik. Sebelum melakukan perhitungan statistik tersebut, peneliti perlu menentukan parameter apa yang akan diteliti, berapa tingkat kesalahan yang dinyatakan dalam bentuk harga alfa dan beta yang akan digunakan, serta berapa besarnya batas toleransi penyimpangan terhadap harga parameter (d) yang mempunyai arti dalam keperluan praktis atau klinis. Ciri-ciri dari pendekatan ini antara lain: (1) jumlah sampel hanya perkiraan/estimasi, (2) tergantung pada batas toleransi kesalahan dan derajat kepercayaan yang digunakan, (3) dapat diperoleh dari tabel atau dihitung dengan rumus, (4) rumus atau tabel yang dipakai ditentukan oleh skala variabel tergantung (nominal/rasio) dan sifat populasinya (finit/infinit), (5) melalui dialog antara peneliti dengan statistik, serta (6) perlu memahami “bahasa” statistik tertentu.

Keputusan peneliti tentang ukuran sampel yang baik tergantung pada tiga hal, yaitu : (1) tingkat akurasi yang diperlukan, (2) tingkat variabilitas atau keragaman dalam populasi, dan (3) jumlah variabel yang berbeda diteliti secara bersamaan dalam analisis data.

  1. Bilamana generalisasi dikatakan valid?

Generalisasi akan dikatakan valid jika target populasi sama dengan sampled population. Selain itu, populasi yang akan diberlakukan suatu kesimpulan merupakan populasi dimana sampel diambil. Jika tidak demikian, maka kesimpulan akan menjadi bias (Zainuddin, 2011).

  1. Bagaimana perbedaan metode sampling dalam pendekatan kuantitatif dan kualitatif?

Peneliti kualitatif dan kuantitatif memiliki pendekatan sampling yang berbeda. Sebagian besar metode sampling digunakan oleh peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Tujuan utamanya untuk mendapatkan sampel yang representatif, atau sekumpulan kecil unit atau kasus dari kumpulan yang jauh lebih besar atau populasi, sehingga peneliti bisa mempelajari kelompok yang lebih kecil dan menghasilkan generalisasi akurat tentang kelompok yang lebih besar. Peneliti tersebut cenderung menggunakan sampling berdasarkan teori probabilitas dari matematika (disebut probability sampling). Para peneliti menggunakan probabilitas atau random sampling, karena menghemat waktu dan biaya, serta lebih akurat. Selain itu, probability sampling lebih disukai oleh para peneliti kuantitatif karena menghasilkan sampel yang mewakili populasi dan memungkinkan peneliti untuk menggunakan teknik statistik yang kuat.

Peneliti kualitatif fokus pada keterwakilan sampel atau teknik yang detail untuk menggambar sampel probabilitas. Mereka fokus pada bagaimana sampel atau sekumpulan kecil kasus, unit, atau kegiatan menggambarkan fitur kunci dari kehidupan sosial. Tujuan dari pengambilan sampel adalah untuk mengumpulkan kasus, peristiwa, atau tindakan yang memperjelas dan memperdalam pemahaman. Perhatian peneliti kualitatif adalah untuk menemukan kasus yang akan meningkatkan apa yang para peneliti pelajari mengenai proses kehidupan sosial dalam konteks tertentu. Peneliti kualitatif memilih kasus secara bertahap, dengan konten kasus spesifik yang menentukan apakah kasus tersebut dipilih. Untuk alasan ini, peneliti kualitatif cenderung untuk menggunakan tipe sampel non-probabilitas (Neuman, 2007).

  1. Mengapa sampling harus secara random?

Bidang matematika terapan atau yang disebut teori probabilitas bergantung pada proses acak. Kata acak dalam matematika mengacu pada proses yang menghasilkan hasil matematis secara acak; yaitu, seleksi. Dalam proses acak yang benar, setiap elemen memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih. Sampel acak yang paling mungkin untuk menghasilkan sampel yang benar-benar mewakili populasi. Selain itu, random sampling memungkinkan peneliti menghitung hubungan statistik antara sampel dan populasi, yaitu ukuran sampling error.

  1. Apakah dalam penelitian kualitatif terdapat metode sampling?

Dalam penelitian kualitatif ada metode sampling juga. Terdapat dua metode sampling yaitu :

  • CRITERION-BASED or PURPOSIVE SAMPLING : subyek penelitian dipilih berdasarkan karakteristik dan ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian (symbolic representation).
  • THEORETICAL SAMPLING : subyek penelitian dipilih sesuai berdasarkan konsep teori yang digunakan dan diasumsikan memiliki kontribusi dalam pengembangan suatu teori.
  1. Pada populasi yang bagaimana metode sampling dapat diterapkan?

Pada populasi yang menjadi setting dari kasus yang hendak diteliti. Sebagai contoh; jika kita ingin meneliti tentang sikap mahasiswa di kampus Psikologi terhadap pelayanan petugas perpustakaan maka populasi dari penelitian tersebut adalah seluruh mahasiswa di kampus Psikologi. Jadi, populasi yang dituju bukanlah seluruh mahasiswa tetapi spesifik pada mahasiswa kampus Psikologi.

  1. Bagaimana hubungan antara question research dengan metode sampling?

Question research atau pertanyaan penelitian menunjukkan fokus dari penelitian atau riset yang akan dilakukan. Dari rumusan masalah tersebut dapat diketahui sasaran populasi penelitian tersebut. Contoh rumusan masalah penelitian: Sikap mahasiswa di kampus Psikologi terhadap pelayanan petugas perpustakaan. Dari kalimat tersebut maka diketahui bahwa populasi penelitian adalah mahasiswa kampus Psikologi. Rumusan masalah juga menjadi acuan metode sampling. Jika populasi yang diharapkan adalah mahasiswa kampus Psikologi, maka peneliti perlu menentukan metode penelitian, misalkan metode sensus atau kah metode survey. Apabila kita memilih metode sensus, maka metode sampling yang digunakan bisa nonprobability sampling yaitu, setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sample, atau juga bisa mengggunakan tipe probability sampling dimana ada karakteristik yang diminta oleh peneliti dalam menentukan sample. Pemilihan metode sampling bergantung kepada tujuan dari penelitian tersebut.

  1. Bagaimana metode sampling digunakan pada riset yang menggunakan studi kasus?

Studi kasus merupakan penelitian yang melakukan deskripsi dan analisis dari subjek tunggal. Pemilihan subjek penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan Purposive sampling ataupun Criterion based sampling.

  1. Kapan metode sampling diperlukan?

Metode sampling diperlukan ketika seorang peneliti ingin mendapatkan data yang representatif. Representatif disini dimaksudkan mampu mewakili populasi keseluruhan yang ingin di teliti. Diharapkan dengan menggunakan sampel yang representatif, kesimpulan penelitian yang dilakukan akan akurat ketika dilakukan generalisasi dalam populasi penelitian. (Neuman,2007)

  1. Bagaimana ciri-ciri dari metode sampling yang tepat?

Metode sampling yang tepat menurut Neuman (2007) dapat dilihat dari kemampuan suatu metode sampling untuk mengakomodir hal hal berikut ini:

  1. Mampu menghemat waktu dan biaya
  2. Mampu mendapatkan sample yang akurat atau dengan kata lain memperoleh sample yang dapat mewakili populasi.
  1. Bagaimana langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan metode sampling?
  2. Mendefinisikan karakteristik populasi yang ingin diteliti
  3. Menentukan kerangka sampling (sampling frame), kumpulan (set) item atau kejadian yang mungkin diukur.
  4. Menentukan metode sampling untuk memilih aitem atau kejadian dari kerangka sampling.
  5. Menghitung ukuran sample
  6. Melaksanakan sampling berdasarkan perencanaan yang dibuat
  7. Pengambilan sampling dan data
  8. Mereview proses sampling
  1. Mengapa metode sampling harus dapat menjamin bahwa sampel yang digunakan mewakili populasi yang ada?

Metode sampling harus dapat menjamin bahwa sampel yang digunakan mewakili populasi yang ada, karena diharapkan generalisasi hasil penelitian dapat valid untuk populasi yang ada. Generalisasi akan valid (sahih, tepat) jika target populasi sama dengan sampel populasi. Maka sampel yang digunakan haruslah mewakili populasi yang ada.

  1. Apa saja konsep-konsep kunci untuk menggunakan metode sampling?

Konsep-konsep yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode sampling adalah :

  • Kepada siapa kita akan menggeneralisasikan hasil penelitian?
  • Populasi apa yang dapat kita akses?
  • Bagaimana cara mengakses populasi tersebut?
  • Siapa saja yang terlibat dalam penelitian ini?
  • Teori populasi
  • Studi populasi
  • Kerangka metode sampling
  • Sampel
  1. Apakah yang dimaksud dengan ‘sampling errors’?

Sampling errors atau kesalahan-kesalahan metode sampling didefinisikan sebagai kesalahan yang dihasilkan dari mengambil satu sampel saja dengan tidak memperhatikan seluruh populasi. Sampel dianggap Undercoverage yaitu tidak mengkafer (mewakili) atau tidak terlalu memberikan respon (nonresponse) yang mewakili populasi serta adanya kecerobohan dalam pengumpulan data. Undercoverage (tidak mewakili) adalah memilah sebuah sampel yang tidak terlalu luas. Kesalahannya adalah informasi yang didapatkan dari sampel tersebut tidak mewakili populasi dan tidak dapat digeneralisasikan pada populasi yang ada. Kecilnya jumlah sampel dapat menyebabkan bias konservatif pada aplikasi statistik yang menyebabkan H-0 tidak ditolak. Nonresponse adalah kondisi kesalahan dikarenakan adanya salah seorang anggota populasi yang sudah ditetapkan menjadi sampel tidak memberikan respon jawaban yang seharusnya (lengkap) pada kuisioneratau perlakuan yang diterapkan pada sampel. Sedangkan kesalahan non sampling terjadi dikarenakan kurang tepatnya menentukan target dan studi populasi serta kesalahan yang terjadi pada desain survey dan pengukurannya

  1. Bagaimana cara mereduksi ‘sampling errors’?

Cara untuk mereduksi kesalahan dalam sampling (sampling errors’) adalah peneliti harus memperhatikan untuk meningkatkan jumlah sampel dan meningkatkan homogenitas elemen-elemen yang digunakan sebagai sampel

  1. Apa tujuan sebuah penelitian meenggunakan probabilitas atau random sampling ?

Penelitian memiliki dua tujuan dalam menggunakan probabilitas atau random sampling, yaitu : motivasi pertama adalah menghemat waktu dan biaya. Jika dilakukan dengan benar, hasil dari sampel dapat menghasilkan 1/1000 biaya dan waktu. Tujuan kedua probability sampling adalah akurasi. Hasil yang dirancang dengan baik dan hati-hati dilakukan probabilitas sampel akan menghasilkan hasil yang sama jika tidak lebih akurat daripada mencoba untuk menjangkau setiap orang di seluruh populasi.

  1. Apa yang dimaksud dengan hidden populasi?

Hidden populasi adalah populasi yang berbeda dengan sampel pada populasi umum atau orang-orang yang terlihat dan dapat diakses dengan mudah. Pengambilan sampel pada hidden populasi (orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersembunyi) adalah isu yang berulang pada penelitian perilaku yang menyimpang. Hal ini menggambarkan penerapan yang kreatif dalam prinsip pengambilan sampel, pencampuran gaya penelitian kualitatif dan kuantitatif,  dan seringnya menggunakan teknik non probability. Contoh hidden populasi adalah pengguna ilegal narkoba, pelacur, homoseksual, orang dengan HIV / AIDS, tunawisma, dan lain-lain.

  1. Apa yang dimaksud dengan mixed method sampling?

Mixed method sampling adalah penggabungan teknik kualitatif dan kuantitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan oleh desain penelitian metode campuran (Teddlie & Yu dalam Sagepub).

  1. Apa yang dimaksud dengan teknik pengambilan sampel bertujuan?

Teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive method sampling) yaitu teknik pengambilan sampel yang melibatkan pemilihan unit/ permasalahan tertentu (didasarkan pada tujuan spesifik) (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Sebutkan strategi-strategi spesifik dari teknik pengambilan sampel bertujuan!

Teddlie & Yu, (2007) menyampaikan teknik pengambilan sampel untuk mencapai hasil yang representative dan bisa diperbandingkan.

  • Teknik pengambilan sampel yang istimewa/dari kasus yang unik.
  • Teknik pengambilan sampel yang berurutan
  • Teknik pengambilan sampel yang menggunakan teknik multiple purposive.
  1. Sebutkan tipologi dari strategi pengambilan sampel bertujuan (Teddlie & Yu, 2007)!
  • Teknik pengambilan sampel untuk mencapai hasil yang representative dan bisa diperbandingkanà dengan kasus yang khas/khusus; dengan kasus yang menyimpang/ekstrim; memiliki intensitas; memiliki variasi yang maksimum; sampel yang homogeny; memiliki reputasi kasus.
  • Teknik pengambilan sampel yang istimewa/dari kasus yang unikà kasus penyataan; kasus-kasus kritis; mengenai kasus politis penting; koleksi lengkap atau criterion sampling.
  • Teknik pengambilan sampel yang berurutanà bersifat teoritis atau disebut juga pengambilan sampel berdasarkan teori; kasus yang mengkonfirmasi maupun tidak; pengambilan sampel oportunis (sampel yang bermunculan); teknik bola salju (pengambilan sampel berantai)
  • Teknik pengambilan sampel yang menggunakan kombinasi dari teknik bertujuan
  1. Apa karakteristik dari strategi pengambilan sampel dengan metode penggabungan (Mixed Method)?

strategi pengambilan sampel dengan metode penggabungan  merupakan kombinasi dari teknik pengambilan sampel probabilitas secara kuantitatif serta teknik pengambilan sampel bertujuan secara kualitatif (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Apakah yang dimaksud dengan strategi pengambilan sampel dengan metode campuran dasar?

Pengambilan sampel dengan menggunakan metode campuran dasar disebut juga sebagai teknik pengambilan sampel secara bertingkat dan bertujuan, dimana peneliti awalnya membagi kelompok kedalam strata (misal, siswa diatas rata-rata, rata-rata, dan dibawah rata-rata) dan kemudian memilih sejumlah kecil kasus untuk mempelajari secara intensif dalam tiap strata berdasarkan teknik pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling techniques) atau yang disebut Patton (2002) sebagai “sampel dalam sampel” (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Apa perbedaan dari teknik pengambilan sampel multilevel mixed method dengan concurrent mixed method dalam penelitian?

Teknik pengambilan sampel dengan metode campuran yang bersamaan (concurrent) memerlukan setidaknya dua hal dan 98 jurnal penelitian metode campuran yang berfokus pada hanya satu tingkat atau unit analisis, sedangkan pengambilan sampel dengan metode campuran yang multilevel dapat digunakan dalam satu studi dan membutuhkan setidaknya dua tingkat atau unit analisis (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Sebutkan tipologi dari strategi pengambilan sampel dengan metode campuran!

Strategi metode campuran dasar :

  • pengambilan sampel dengan metode campuran berurutan
  • pengambilan sampel dengan metode campuran secara bersamaan
  • pengambilan sampel dengan metode campuran bertingkat
  • pengambilan sampel dengan metode campuran berkelipatan
  1. Apakah yang dimaksud dengan strategi pengambilan sampel dengan metode campuran berurutan?

Teknik pengambilan sampel yang melibatkan pemilihan unit analisis melalui penggunaan simultan dari teknik pengambilan sampel probabilitas dan pengambilan sampel bertujuan secara bersamaan dan dalam waktu yang sama (Teddlie & Yu, 2007).

  1. Jelaskan perbedaan prosedur sampling multi-tahap dan prosedur sampling satu-tahap?

Prosedur sampling multi-tahap atau clustering sampling adalah prosedur sampling yang ideal ketika peneliti merasa tidak mungkin mengumpilkan daftar semua elemen yang membentuk populasi (Babbie (2007) dalam Creswell,2012)

Prosedur sampling satu-tahap merupakan prosedur sampling yang di dalamnya peneliti sudah memiliki akses atas nama-nama dalam populasi dan dapat mensampling sejumlah individu (atau elemen-elemen) secara langsung (Creswell, 2012).

  1. Jelaskan perbedaan proses pemilihan individu dengan proses random sample dan systematic sample atau non probability sample?

Random sample atau sampel acak adalah proses pemilihan individu sebagai sampel yang dilakukan secara acak dengan syarat seriap individu dalam populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih.

Non probability sample adalah proses pemilihan individu sebagai sample dengan tujuan tertentu di mana di dalamnya para responden/individu dipilih berdasarkan kemudahan (convenience) dan ketersediaannya (Babbie (1990) dalam Creswell,2012)

  1. Apa arti stratifikasi dalam proses pengambilan sampel?

Stratifikasi berarti karatkteristik-karakteristik tertentu dari individu-individu yang dipilih (seperti jenis kelamin, laki-laki dan perempuan) direpresentasikan dalam sampel agar sampel ini nantinya dapat merefleksikan proporsi yang tepat dalam populasi sesuai dengan karakteristik karakteristiknya masing-masing (Fowler (2002) dalam Creswell, 2012)

  1. Jelaskan bagaimana prosedur pemgambilan sample? Dan apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing prosedur tersebut?

Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitusebagai berikut:

  1. Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling).

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yangsama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secararandom. Ada 2 cara yang dikenal yaitu:

  • Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi “Cointoss”.
  • Tetapi bila populasinya besar, perlu digunakan label “Random Numbers” yang prosedurnya adalah sebagai berikut:

Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300).

  • tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom).
  • tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %)
  • tentukan skema penggunaan label random numbers. (misalnya dimulai dari 3 kolom pertama dan baris pertama) dengan menggunakan tabel random numbers, tentukan unit mana yang terpilih, sebesar sampel yang dibutuhkan, yaitu dengan mengurutkan angka-angka dalam 3 kolom pertama, dari atas ke bawah, setiap nomor ≤ 300, merupakan nomor sampel yang diambil (100, 175, 243, 101), bila ada nomor ≥ 300, tidak diambil sebagai sampel (N = 300). Jika pada lembar pertama jumlah sampel belum mencukupi, lanjutkan kelembaran berikutnya, dan seterusnya. Jika ada nomor yang serupa dijumpai, di ambil hanya satu, karena setiap orang hanya mempunyai 1 nomor identifikasi.

Keuntungan         : Prosedur estimasi mudah dan sederhana

Kerugian :           

  • Membutuhkan daftar seluruh anggota populasi.
  • Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas, sehingga biaya transportasi besar.

 

  1. Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling).

Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke “K” dari titik awal yangdipilih secara random, dimana:

  • K= N/n
  • N adalah jumlah anggota populasi
  • n adalah jumlah anggota sampel
  • Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit, diambil sebagai sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya.
  • Cara ini dipergunakan bila ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.

Keuntungan :

  • Perencanan dan penggunaanya mudah.
  • Sampel tersebar di daerah populasi.

Kerugian :  Membutuhkan daftar populasi

  1. Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling).

Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematic random sampling. Cara ini dipakai : bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok.

Keuntungan :

  • Tidak memerlukan daftar populasi.
  • Biaya transportasi kurang

        Kerugian : Prosudur estimasi sulit.

  1. Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling). Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih. Misalnya: provinsi à kabupaten à Kecamatan à desa à Lingkungan à KK. Cara ini dipergunakan bila:
  • Populasinya cukup homogen
  • Jumlah populasi sangat besar
  • Populasi menempati daerah yang sangat luas
  • Biaya penelitian kecil

Keuntungan            : Biaya transportasi kurang

Kerugian                 :

  • Prosedur estimasi sulit
  • Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat
  1. Jelaskan perbedaan jenis sample non-probability? Dan sebutkan pengertian dari masing-masing jenis tersebut!

Non probability smple merupakan proses pemilihan sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Cara ini dipergunakan :

  1. Bila biaya sangat sedikit
  2. Hasilnya diminta segera,
  3. Tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, karena hanya sekedar gambaran umum saja.

Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut :

  • Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping). Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
  • Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling). Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehenadaki tidak berdasrkan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara saja.
  • Sampel Berjatah (Quota Sampling). Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu. Misalnya Sampel yang akan di ambil berjumlah 100 orang dengan perincian 50 laki dan 50 perempuan yang berumur 15-40 tahun. Cara ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi daerah dimana penelitian akan dilakukan.

 

  1. Siapa yang mempelajari tentang sampling?

Peneliti, mahasiswa statistik dan kuantitatif.

Tokoh yang memperkenalkan :

  1. Roscoe (1975)
  2. Slovin
  3. Jacob Cohen
  4. Isaac dan Michae
  1. Kemana arah metode sampling?

Tujuan sampling adalah menggunakan sebagian obyaek penelitian yang diselidiki tersebut untuk memperoleh informasi tentang populasi.Yang dimaksud populasi adalah kelompok dimana seseorang peneliti akan memperoleh hasil penelitian yang dapat disamaratakan (digeneralisasikan). Suatu populasi mempunyai sekurang-kurangnya satu karakteristik yang membedakan keloimpok lainnya

  1. Mengapa perlu metode sampling?

Metode sampling diperlukan agar :

  1. Biaya penelitian lebih murah.
  2. Waktu penelitian lebih cepat, sehingga hasilnya up to date.
  3. Tenaga peneliti lebih hemat.
  4. Variabel yang diteliti dapat lebih banyak dan mendalam, sehingga kedalaman serta ketepatan informasi akan lebih baik.
  5. Walaupun hanya menggunakan sebagian saja dari subjek atau objek penelitian, tetapi hasil penelitian secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
  6. Dapat menghindari kerugian, jika dalam pengumpulan data objek penelitian harus “dirusak”.
  1. Pada saat kapan teknik sampling yang digunakan menghasilkan generalisasi yang rendah?

Apabila jumlah tidak memadai dan ciri-ciri populasi tidak dipenuhi secara ketat meskipun pengambilan sampel dilakukan secara random.  Dan apabila jumlah sampel sangat besar ciri-ciri populasi dipenuhi namun pengambilan sampel tidak dilakukan secara random. Sehingga untuk menghasilkan generalisasi yang baik ketiga faktor tersebut harus terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Babbie, E (1990). Survey Research Methods (2nd ed). Belmont, CA:Wadsworth/Thomson

Babbie, E (2007). The Pratice of Social Research (11th ed). Belmont, CA:Wadsworth/Thomson

Creswell, John W (2012). Reseach Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fowler, EJ (2002). Survey Research Methods (3rd ed). Thousand Oaks, CA: Sage

Hartanto, R., (2003). Modul Metodologi Penelitian. Semarang: Universitas Diponegoro

Latham, Bobbie. (2007). Sampling : What is it?. Diakses pada 2 Desember 2014 dihttp://webpages.acs.ttu.edu/rlatham/Coursework/5377%29%29/Sampling_Methodology_Paper.pdf

Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampilng.  Makalah USU digital library. Di akses pada tanggal 2 Desember 2014 dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf

Neuman, W. L. (2007). Basic of social research: Qualitative and quantitative qpproaches, second edition. Pearson Education, Inc.

Teddlie, C. & Yu, F. 2007. Mixed Methods Sampling: A Typology With Examples. Journal of Mixed Method Research, 2007; 1; 77. Sage Publication.

Weiner, Irving. (2003). Handbook of Psychology Vol.02: Research Methods in Psychology. John Wiley & Son Inc: New Jersey

Zainuddin, M. (2011). Metodologi penelitian kefarmasian dan kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press. \

PEMBIMBING :

Dr. Cholicul Hadi, M. Si

PENYUSUN :

M.Fauzi Setiawan, 111414153003, fauzi_setiawan@ymail.com  gusfauz.wordpress.com.

  1. Khoirul Umam, 111414153021, umamkatakita@yahoo.co.id ,blog

Rosita Permatasari, 1114141520, sita_rosita@yahoo.co.id, blog

Dina Nastiti, 111414153013, dina.nastiti@yahoo.co.id  mameedina.wordpress.com

Pratiwi Setiadi, 111414153029, pratiwisetyadi@yahoo.com, pratiwimapropsi14.wordpress.com

Hielma Hasanah, 111414153030, hielma.hasanah@gmail.com, hielmahasanah.blogspot.com

Nurdilla Triastuti, 111414153013, dhilatria@gmail.com, dhilatria.blogspot.com

Putri Auliyah, 111414153037, putriauliyah710@gmail.com

Diyana Rochmawati, 111414153038, diyana.rochmawati@yahoo.co.id, diyanapsychology.blogspot.com

Pertanyaan dan Pembahasan Seputar Validitas dan Reliabilitas


Pertanyaan yang diajukan:
1. Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas?
2. Jenis validitas dan reliabilitas? Validitas untuk proses riset dan alat ukurnya!
3. Bagaimana cara mengukur validitas dan reliabilitas?
4. How to develop? Bagaimana mengembangkan validitas dan reliabilitas?
5. Mengapa perlu ada validitas dan reliabilitas?
6. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?
7. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
8. Bagaimana menentukan validitas untuk kegiatan observasi?
9. Kapan sebuah observasi membutuhkan validitas?
10. Kapan sebuah wawancara perlu ditentukan validasinya?
11. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
12. Bagaimana cara menggunakan validitas?
13. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan observasi?
14. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan wawancara?
15. Bagaimana menghitung reliabilitas dalam observasi?
16. Bagaimana meningkatkan reliabilitas observasi?
17. Kapan observasi perlu ditentukan reliabilitasnya?
18. Apa beda reliabilitas alat tes dengan reliabilitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
19. Bagaimana cara menggunakan reliabilitas?
20. Jika sebuah alat tes mencapai validitas namun tidak reliabel, bagaimana kualitas alat tes tersebut? Dan bagaimana jika terjadi kebalikannya?

PEMBAHASAN
1. Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas?
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliabele). Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

2. Jenis validitas dan reliabilitas? Validitas untuk proses riset dan alat ukurnya!
a. Jenis Validitas
Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, berikut ini jenis validitas ditinjau dari pengujiannya validitasnya yaitu pengujian validitas secara rasional dan secara konten. Penhelasan untuk masing masing validititas itu adalah sebagai berikut:
Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.
a. Validitas Isi (Content Validity)
Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelususran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isisnya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahkan pelajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).
Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
b. Validitas konstruksi (Construct Validity)
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.
Validitas konstruksi juga dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan, kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar tersebut telalh dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis.
Pengujian Validitas Tes Secara Empirik
Validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan.
a. Validitas ramalan (Predictive validity)
Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.
b. Validitas bandingan (Concurrent Validity)
Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya.

b. Jenis-jenis Reliabilitas
1. Reliabiltas Tes Berulang (Test-retest reliability) Reliabiltas tes berulang adalah ukuran reliabilitas yang diperoleh dengan pemberian dua kali tes yang sama selama periode waktu tertentu untuk sekelompok individu. Contoh: Sebuah tes bahasa diberikan kepada siswa. Satu bulan kemudian tes yang sama diberikan pada siswa yang sama. Jika skor keduanya menghasilkan koefisien korelasi tinggi maka tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi.
2. Reliabilitas Antar Penilai (Inter-rater atau Inter-observer Reliability) Reliabilitas antar penilai adalah ukuran reliabilitas berdasarkan konsistensi penilaian dua responden berbeda terhadap suatu konstruk, karena belum tentu pengamat manusia menafsirkan jawaban dengan cara yang sama. Contoh: Peneliti meminta tanggapan dua hakim berbeda untuk memutuskan kasus yang sama. Jika kedua hakim memberi tanggapan yang seragam maka instrumen dinyatakan reliabel.
3. Reliabilitas Konsistensi Internal (Internal consistency reliability) Reliabilitas konsistensi internal adalah ukuran reliabilitas berdasarkan evaluasi item-item tes terhadap konstruk yang sama. Ada dua jenis untuk reliabilitas ini yaitu:
o Rata-rata Korelasi Antar Item (Average inter-item correlation) Rata-rata korelasi antar item diperoleh dengan mengambil semua item pada tes dan akhirnya menggunakan rata -rata semua koefisien korelasi tersebut. Dengan kata lain instrumen dibelah sebanyak jumlah item kemudian hasil koefisien korelasi digabung untuk mendapatkan rata-rata. Teknik ini populer dengan Alpha Cronbach.
o Reliabilitas Belah Setengah (Split-half reliability) Reliabilitas belah setengah adalah teknik dengan membelah item tes menjadi dua bagian untuk membentuk dua set item, kemudian skor total masing-masing set item dikorelasikan. Jika koefisien korelasi tinggi maka reliabilitas tinggi.
3. Bagaimana cara mengukurnya validitas dan reliabilitas?
Pekerjaan untuk mencari validitas suatu alat ukur disebut validation. Prinsip dari validation adalah membandingkan hasil-hasil dari pengukuran faktor dengan suatu kriterium, )suatu ukuran yang telah dipandang valid untuk menunjukkan faktor yang dimaksud). Jadi misalnya suatu alat pengukur hendak menyelidiki faktor ketelitian kerja, maka harus diambil lebih dahulu suatu kriterium yang telah dipandang mencerminkan suatu ketelitian kerja. Melalui kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil pengukuran faktor ketelitian kerja menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang sesuai dengan kriterium, maka alat pengukur itu dipandang valid.
Ada dua jenis kriterium ang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu :
a. Kriterium luar (external criterion)
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya : suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau penilaian pimpinan unit.
b. Kriterium dalam alat (internal criterion)
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya diambil hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya. Misalnya, kita ingin mengukur intelegensi (yang terdiri dari faktor-faktorl; daya analisa, daya klarifikasi, daya ingatan, daya pemahaman, daya kritik dan sebagainya), maka untuk menguji apakah sekelompk item benar-benar mengukur daya analisa, misalnya, jawaban-jawaban terhadap item daya analisa dicocokkan dengan hasil tes secara keseluruhan atau total score-nya. Antara nilai total harus terdapat korelasi yang positif (tinggi dan cukup meyakinkan). Kecocokkan antara hasil-hasil dari item yang disangka mengukur suatu faktor dengan suatu kriterium yang dipandang telah valid disebut factorial validity atau validitas faktor, di mana besar kecilnya validitas faktor tergantung kepada besar kecilnya kecocokan itu.
Cara pengukuran reliabilitas
Tiga tehnik pengujian realibilitas instrument antara lain :
a. Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)
Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).
b. Teknik Ulang (Test Re-test)
Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.
4. How to develop? Bagaimana mengembangkan validitas dan reliabilitas?
Cara meningkatkan atau mengembangkan validitas dan reliabilitas
1. Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin (setting,partisipan ataupun hal-hal terkait).
2. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses pengumpulan data maupun strategi analisisnya.
3. Menyertakan partner saat observasi untkmenghindari subyektifitas
4. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembalidata,menguji kemungkinan dugaan-dugaan yg berbeda.
Cara meningkatkan reliabilitas
1. Mengonsep satu variabel dengan jelas.
2. Setiap pengukuran harus merujuk pada satu dan hanya satu konsep/variabel. Sebuah variabel harus spesifik agar dapat mengurangi intervensi informasi dari variabel lain.
3. Menggunakan level pengukuran yang tepat. Semakin tinggi atau semakin tepat suatu level pengukuran, maka variabel yang dibuat akan semakin reliabel karena informasi yang dimiliki semakin mendetail. Prinsip dasarnya adalah cobalah melakukan pengukuran pada level paling tepat yang mungkin diperoleh.
4. Gunakan lebih dari satu indikator. Dengan adanya lebih dari satu indikator yang spesifik, peneliti dapat melakukan pengukuran dari range yang lebih luas terhadap konten definisi konseptual.
5. Gunakan Tes Pilot, yakni dengan membuat satu atau lebih draft atau dalam sebuah pengukuran sebelum menuju ke tahap hipotesis (pretest). Dalam penggunaan Pilot Studies, prinsipnya adalah mereplikasi pengukuran yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dari literatur-literatur yang berkaitan. Selanjutnya , pengukuran terdahulu dapat dipergunakan sebagai patokan dari pengukuran yang dilakukan peneliti saat ini. Kualitas pengukuran dapat ditingkatkan dengan berbagai cara sejauh definisi dan pemahaman yang digunakan oleh peneliti kemudian tetap sama.
5. Mengapa perlu ada validitas dan reliabilitas?
Jika kita kembali ke definisi validitas, maka dapat disimpulkan bahwa validitas mutlak diperlukan oleh sebuah alat ukur atau alat tes agar tujuan pengukuran relevan dengan data yang diperlukan atau diperoleh. Sebagai contoh, sebuah timbangan badan, dikatakan memiliki validitas jika dapat mengukur berat badan manusia secara akurat. Keakuratan timbangan badan tersebut sebelumnya harus diuji terlebih dahulu, melalui proses terra timbangan oleh Badan Metrologi. Uji validitas tersebut mutlak diperlukan oleh timbangan agar orang yang menggunakan merasa yakin bahwa ukuran 1 kg pada timbangan benar-benar valid mengukur 1 kg berat benda.
Sedangkan reliabilitas diperlukan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Relatif sama, berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dapat dikatakan tidak reliabel.(Azwar, 1997) Jika kita kembali menggunakan contoh timbangan badan, maka reliabilitas timbangan dapat diketahui dengan cara menggunakan timbangan badan tersebut pada beberapa orang dan beberapa kali percobaan untuk satu orang. Kalau hasil timbangan tersebut sama atau hanya memiliki perbedaan kecil saat pengukuran, maka timbangan tersebut dapat dinyatakan reliabel.
6. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?
Validitas menjadi tidak berlaku ketika validitas sebuah alat ukur digunakan untuk melihat validitas alat ukur lainnya, maka validitas tersebut menjadi tidak berlaku. Hal ini disebabkan tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Sedangkan reliabilitas menjadi tidak berlaku pada dua kondisi. Yang pertama, alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur populasi atau sampel yang berbeda dengan rancangan alat ukur itu. Ini disebut sampling error, mengacu kepada inkonsistensi hasil ukur karena digunakan ulang pada kelompok individu yang berbeda. Contoh timbangan badan tadi, menjadi tidak reliabel jika yang ditimbang adalah monyet, bukan manusia. Sedangkan yang kedua, reliabilitas menjadi tidak berlaku jika terjadi kesalahan pengukuran atau error of measurement. Alat ukur yang dipakai tidak konsisten dalam mengukur. Timbangan badan, menjadi tidak reliabel ketika mengukur berat badan orang yang sama beberapa kali namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut cukup besar. Misalkan: hasil timbangan pertama pada si A, 60 kg. Timbangan kedua, 58 kg dan timbangan ketiga 60,5 kg. Dari hasil timbangan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa alat timbangan badan itu tidak reliabel.
7. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
Validitas untuk alat tes berkaitan dengan ketepatan dan kecermatan alat tes tersebut dalam melakukan fungsi tes atau fungsi ukurnya. Menurut buku Standards, yang ditulis oleh Asosiasi Psikolog Amerika (APA), validitas mengacu pada derajat dimana bukti dan teori menyokong interpretasi dari skor tes dan mengacu pada tujuan tes. Validitas adalah hal yang paling mendasar dalam pengembangan dan evaluasi tes. Proses validasi meliputi akumulasi, membuktikan tujuan dari evaluasi tersebut, bukan terhadap test itu sendiri. Pada alat tes biasanya validitas akan dihitung secara statistik dan dalam bentuk rumusan angka.
Sedangkan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara berkaitan dengan konsep yang digunakan untuk mendasari tujuan observasi dan wawancara itu sendiri. Sebelum seseorang melakukan kegiatan observasi dan wawancara, ia harus mendefinisikan konsep atau teori yang akan dipakai sebagai acuan kerangka konsepnya sehingga kegiatan observasi dan wawancara yang dilakukan memiliki acuan yang jelas. Hasil dari observasi dan wawancara dapat dijadikan referensi yang akurat untuk membuat deskripsi tentang orang, situasi atau kejadian. Validitas observasi dan wawancara tidak dihitung secara statistik, namun cukup dengan menguraikan konsep atau teori menjadi beberapa indikator.
8. Bagaimana menentukan validitas untuk kegiatan observasi?
Ada 2 cara menentukan validitas observasi, yaitu: menggunakan dasar teori atau konsep kemudian di turunkan menjadi beberapa aspek atau indikator konsep. Yang kedua, menggunakan perbandingan antar perilaku. Pada cara pertama, observer harus menentukan teori atau konsep apa yang akan digunakan sebagai acuan observasi. Konsep atau teori itu kemudian diturunkan menjadi beberapa indikator yang dipakai untuk menjadi tolok ukur operasional konsep tersebut. Sedangkan cara kedua adalah membandingkan perilaku subjek pada berbagai situasi. Apakah perilaku inatensi, misalnya, muncul di kelas, apakah muncul juga saat ia berada di rumah, apakah muncul juga saat ia sedang mengerjakan tugas di tempat les. Dengan membandingkan kemunculan perilaku dari hasil observasi tersebut akan didapatkan validitas observasi yang disebut concurrent validity.
9. Kapan sebuah observasi membutuhkan validitas?
Pada setiap kegiatan observasi atau pengamatan sangat perlu untuk memiliki instrumen observasi yang valid. Hal ini dikarenakan indera yang digunakan dalam pengamatan yakni mata dan telinga memiliki keterbatasan. Rahayu dan Ardani (2004) menyatakan bahwa keterbatasan indera timbul terutama dari objek yang dihadapi. Kebanyakan objek-objek penyelidikan adalah objek-objek yang kompleks, memiliki unsur yang banyak, segi yang berliku-liku atau dimensi yang majemuk. Oleh karena itu kegiatan observasi membutuhkan instrumen yang valid agar instrumen tesebut benar-benar dapat mengukur target perilaku dalam kegiatan observasi. Sattler (2002) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan observasi sering ditemui berbagai masalah. Pertama, sulitnya untuk mendapatkan sampel dan representatif perilaku yang tepat dalam waktu singkat. memperoleh sampel dan representatif perilaku yang tepat akan memerlukan pengambilan sampel dalam berbagai jenis situasi, dan ini jarang dilakukan. Kriteria validasi meliputi penilaian dari orang lain yang akrab dengan subjek penelitian dan observasi dalam situasi eksperimental. Tapi kriteria ini tidak mutlak dan tidak menawarkan bukti keabsahan. kesulitan lebih lanjut muncul ketika dua indeks yang dimaksudkan untuk mengukur perilaku yang sama bukanlah kesepakatan. ukuran mana yang valid atau representatif? karena perilaku adalah variabel, sangat mungkin kedua ukuran ini adalah akurat, meskipun langkah-langkah kriteria menunjukkan kesepakatan yang buruk.
10. Kapan sebuah wawancara perlu ditentukan validasinya?
Instrumen yang digunakan dalam sebuah wawancara seharusnya memiliki validitas yang baik. Rahayu dan Ardani (2004) mengungkapkan bahwa validitas yang baik merujuk pada objektivitas. Artinya, variabel-variabel dalam wawancara yang telah ditetapkan oleh peneliti harus berdasarkan teori-teori yang telah mapan. Namun objektivitas dalam kegiatan wawancara bersifat objectivied subjectivities. Artinya subjektif menurut peneliti (teori yang ada), tetapi objektif menurut subjek yang diteliti. Hal ini dimungkinkan karena realitas sosial dalam penelitian naturalistik berada di alam imajinasi pikiran kebanyakan manusia yang merupakan gugusan subjektivitas awam yang tidak pernah diuji kebenarannya, dan objektif menurut kaidah-kaidah keilmuan atau logika. Namun betapapun subjektifnya, hal tersebut sesungguhnya adalah subjektivitas unik yang justru harus ditempatkan sebagai objek kajian ilmu-ilmu sosial yang utama.
11. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
Validitas dalam kegiatan observasi dan wawancara pada pengukuran psikologi perlu untuk dilakukan karena subjek pengukurannya adalah manusia. Untuk mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel dari keadaan psikologis manusia, diperlukan instrumen observasi dan wawancara yang reliabel dan valid agar kesimpulan penelitian tidak keliru dan dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai subjek penelitian (Azwar, 1992).
12. Bagaimana cara menggunakan validitas?
Rahayu dan Ardani (2004) menjelaskan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam kegiatan observasi ada beberapa jenis validitas yang dapat digunakan, yaitu
a. Face validity adalah bagaimana kelihatannya suatu alat pengukur benar-benar menukur apa yang hendak diukur. Misalnya untuk mengukur kemampuan sebagai seorang supir, seorang observee harus disuruh mengendarai mobi. Tetapi, bila pengukuran kemampuan mengendarai mobil dilakukan dengan ujian tertulis tentang teknik mengendarai mobil, maka alat pengukur tesebut kurang memiliki face validity.
b. Content validity adalah sejauh mana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Data harus mencerminkan cir-ciri yang telah ditentukan yaitu apa saja yang akan diungkap/diukur. Contohnya bila seorang penelitia infin mengukur keikutsertaan dalam program KB dengan menanyakan metode kontrasepsi yang dipakai. Bila aspek yang diamati tidak mencakup semua metode kontrasepsi, maka alat ukur tersebut tidak memiliki validitas isi.
c. Predicty validity adalah alat pengukur yang dibuat oleh peneliti seringkali dimaksudkan untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Contonya ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Ujian tersebut merupakan upaya untuk memprediksi apa yang aan terjadi di masa yang akan datang. Peserta yang lulus ujian dengan nilai baik diprediksikan akan mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan sukses. Soal ujian masuk tersebut dikatakan memiliki validitas prediktif, apabila ada korelasi yang tinggi antara nilai ujian masuk dengan prestasi belajar setelah menjadi mahasiswa.
d. Construct validity adalah kerangka suatu konsep. Misalnya, untuk mengukur status ekonomi responen dengan menggunakan lima komponen status ekonomi, yakni penghasilan perbulan, pengeluaran perbulan, pemilikan barang, porsi penghasilan yang digunakan untuk rekreasi, dan kualitas rumah. Apabila ada konsistensi antara komponen-komponen konstruk yang satu dengan yang lain maka konstruk tersebut memiliki validitas.
e. Concurrent validity dilakukan dengan mengobservasi perilaku dan membandingkannya dengan perilaku lain. Misalnya perilaku di sekolah sama dengan perilaku di luar kelas (menunjukkan agresivitas).
Selanjutnya validitas dalam kegiatan wawancara
a. Validitas konstruk. penelitian kualitatif dengan metode observasi dan wawancara tidak terlepas dari aktivitas melakukan konstruksi sosial. Misalnya, orang yang selalu memakai peci dikonstruk peneliti sebagai orang yang alim. Konstruksi semacam itu memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
• Dalam pengumpulan data, peneliti harus menggunakan multi sumber bukti.
• Peneliti harus membangun rangkaian bukti antara satu data dengan data lain.
• Agar peneliti meminta orang yang diwawancarai meninjau ulang draft laporan yang disusun.
b. Validitas internal. Hal ini dilakukan pada tahap analisis data. Validitas internal ini meliputi hal-hal berikut:
• Membuat pola penjodohan dengan analisis sebab-akibat atau aksi reaksi atau pengaruh-mempengaruhi.
• Peneliti hendaknya mengerjakan penyusunan kesplanasi; maksudnya apakah konstruksi yang dibuat berdasarkan data yang diterima itu dapat dipertanggungjawabkan.
• Peneliti hendaknya membuat analisis deret waktu dari peristiwa-peristiwa atau fenomena-fenomena yang terjadi.
c. Validitas eksternal. Dalam melakukan validitas ini, hendaknya peneliti menggunakan logika replikasi. Artinya seandainya penelitian yang sama dilakukan oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sama, niscaya hasilnya akan sama atau hampir sama.

13. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan observasi?
Mencari reliabilitas dalam kegiatan observasi itu perlu, dimana reliabilitas observasi adalah keajegan apa yang diobservasi. Agar suatu pengukuran observasi dapat dipercaya, maka idealnya hasil observasi bila diuji kembali oleh orang lain baik di lain waktu maupun sekarang maka hasilnya relatif sama.

14. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan wawancara?
Menurut Neuman (2007), metode wawancara menjadi ciri khas dari penelitan kualitatif. reliabilitas dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan kepada keajegan hasil jawaban yang dimunculkan oleh subjek. Namun berbeda dengan pendekatan kuantitatif, reliabilitas pada kualitatif lebih bersifat fleksibel dan berkembang. Sehingga jika pada pendekatan kualitatif didapatkan data yang berbeda, tidak serta merta disimpulkan bahwa reliabilitasnya rendah tapi justru menjadi salah satu bentuk memperoleh data yang kaya atau lengkap.
15. Bagaimana menghitung reliabilitas dalam observasi?
Cara mendapatkan reliabilitas observasi adalah berdasarkan “kesepakatan observer,” Reliabilitas berarti, apabila dua observer sepakat dalam hasil observasi (Sukadji, 2000). Rumus “kesepakatan” juga bisa untuk menghitung hasil “dua kali” observasi yang dilakukan oleh satu orang observer (Sukadji, 2000).
Rumus “Persentase Kesepakatan” sebagai berikut :
Interval Recording
-Agreement of total observation (A tot)→ total ke dua observer ‘sama-sama setuju’ baik X maupun O
– Agreement of occurence observation (A occ) → sama-sama setuju ‘ada peristiwa’ observasi (X)
– Agreement of nonoccurence observation (A non) →sama-sama setuju ‘tidak ada peristiwa’ observasi (O)
Event Recording
Adalah kejadian yang tegas mulai dan berakhirnya kegiatan obesrvasi. Pencatatan bisa dengan check list, mechanical devices, dan lain-lain. Dalam observasi kelas, rincian perilaku dapat ditulis dalam bentuk daftar event yang dapat dihitung bila terjadi perilaku yang diinginkan.
Dalam observasi, reliabilitas dan validitas dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :
a. Observer
Banyak sekali kesalahan yang bersumber dari kualitas pribadi observer yang dapat digolongkan sebagai “kecondongan” (bias).
1) Kesalahan yang berkaitan dengan kualitas pribadi observer, antara lain :
a) Central tendency
Observer lebih sering menggunakan kategori yang di tengah dalam skala rating daripada kategori tepi, sehingga dalam prosesnya cenderung underestimasi perilaku yang intens dan overestimasi perilaku yang lemah.
b) Leniency (kemurahan)
Observer cenderung membuat penilain yang cenderung ke arah “baik” terhadap subjek.
c) Efek primacy (kesan pertama)
Observer membiarkan kesan pertama mendistorsikan kesan atau penilaiannya kemudian.
d) Halo effect
Observer membuat penilaian berdasar kesan umum subjek atau berdasar perilaku subjek yang paling mencolok.
e) Teori pribadi
Observer menyesuaiakn observasi ke asumsi teori pribadi.
f) Nilai pribadi
Observer menyesuaikan observasi ke harapan, nilai, dan minat pribadi.
g) Overestimasi perilaku yang hampir-hampir tidak dikenali ada pada diri observer sendiri. Misalnya, observer overestimasi volume suara subjek sebab observer sendiri tidak mengenali bahwa suaranya terlalu rendah volumenya.
h) Kesalahan logika
Observer membuat penilaian yang serupa terhadap sifat-sifat subjek yang kelihatannya secara logika saling terkait.
i) Kesalahan kontras
Pada sifat khusus, observer menilai subjek jauh lebih berbeda dengan diri observer sendiri daripada kenyataannya.
j) Kesalahan proksimitas
Observer menilai serupa sifat-sifat tertentu karena bentuk penilaian membuat sifat-sifat itu berdekatan dalam waktu atau letak.
k) Pengaruh pribadi
Tanpa diketahui oleh observer sendiri, karakteristik diri observer (usia, jenis, kelamin, ras, dan status sosial) mempengaruhi penilaian perilaku subjek.
l) Ketidakstabilan penilaian observer
Kriteria penilaian yang dipakai oleh observer berubah bersama waktu, akibat ada dan tidaknya perilaku karena kelelahan, atau belajar, atau penyebab lainnya.
m) Terlewat
Observer alpa mencatat perilaku yang muncul.
n) Commision
Observer keliru kode suatu perilaku.
o) Efek harapan
Harapan observer mempengaruhi pencatatan, atau observer mengharapkan sesuatu terjadi dan mengkomunikasikan harapan ini kepada subjek.
p) Reaktivitas observer
Observer berubah pencatatan perilakunya karena ia sadar diamati.
q) Isyarat nonverbal
Observer dengan tidak sengaja memberi isyarat kepada subjek sehingga mendukung perilaku tertentu pada subjek.
2) Ketidakstabilan Penilaian Observer
Bila observasi berlangsung lama, observer mungkin menunjukkan tanda-tanda kelelahan, lupa dan motivasinya menurun. Misalnya, pada saat permulaan menggunakan standar tertentu untuk menilai suara bisikan atau vokalisasi singkat, tetapi kemudian berubah standarnya, ketidakstabilan hal ini mungkin saja terjadi, walaupun telah ada persetujuan mengenai definisi oprasional perilaku yang diamati.
3) Kesulitan dalam Mengkodekan Perilaku
Kategori global, seperti perilaku “off-task” atau perilaku tidak patut (innappropriate behavior) membutuhkan penyimpulan tingkat tinggi dibanding kategori spesifik, seperti memukul, atau meninggalkan tempat duduk. Meskipun diusahakan sebaik-baiknya mendefinisikan perilaku dengan cermat, beberapa perilaku memang sulit dikategorikan. Jadi, kode observasi menuntut pertimbangan yang masak di pihak observer.
4) Memilih Waktu dan Saat yang Tepat
Menentukan waktu yang tepat munculnya suatu kejadian bukanlah semudah yang dibayangkan. Misalnya, untuk mengobservasi perilaku menolak dan memulai makan pada anak. Sulit untuk menentukan waktu kapan saat yang tepat anak mulai menolak memulai makan. Selain itu, unit waktu yang dipilih oleh observer mungkin tidak dapat menggambarkan dengan tepat peta kejadian perilaku.
16. Bagaimana meningkatkan reliabilitas Observasi?
Adanya kelemahan-kelemahan yang menyebabkan reliabilitas pengukuran menurun (sehingga validitasnya juga menurun), membuat kita waspada untuk menghindarinya. Beberapa petunjuk praktis, antara lain :
a. Observer hendaknya memahami benar-benar teknik-teknik pencatatan, manual maupun instrumental. Pastikanlah dalam rancangannya perilaku-perilaku kritis didefinisikan dengan jelas, tegas dan cermat.
b. Sebelum melaksanakan observasi, periksalah dulu peralatan-peralatan pengumpul data.
c. Observer perlu latihan sampai mahir sebelum turum ke lapangan.
d. Kumpulkan data dengan mengobservasi subjek dalam berbagai situasi dan waktu, terutama bila yang diobersevasi kelompok, atau untuk mendapatkan norma.
e. Temukan kecondongan (bias), kelemahan-kelemahan, yang kita miliki sebagai observer, dan kembangkan ketrampilan pemahaman diri dan evaluasi diri yang kritis.
f. Kembangkan skeptisisme yang sehat terhadap laporan yang telah ada mengenai perilaku subjek, agar observasi yang kita lakukan dapat seobjektif mungkin.
g. Menunda asumsi dan spekulasi mengenai arti dan implikasi perilaku subjek yang diamati selagi pengambilan data.
h. Bila pengamatan telah selesai, pertimbangkanlah faktor-faktor yang meyulut dan memelihara perilaku subjek, serta tanggapan-tanggapan orang lain yang ada di dalam setting subjek atas perilaku subjek tersebut.
i. Secara periodik bandingkan hasil pengamatan dengan pengamat lain yang menggunakan sistem penyekoran yang sama.
j. Secara teratur pencatatan harus “dikalibrasi” yaitu dengan mencocokkan lagi dengan potokol standar.
k. Ikuti teori-teori dan test-retest mutakhir dalam bidang observasi.
l. Hindari kekeliruan-kekeliruan umum berkenaan dengan observasi sebagaimana telah disebut terlebih dahulu.
17. Kapan observasi perlu ditentukan reliabilitasnya?
Reliabilitas observasi perlu dilakukan bila data yang dihasilkan berbentuk data kuantitatif. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan untuk melihat hasil observasi antar observer 1 dengan observer yang lain (reliabilitas interrater). .
18. Apa beda reliabilitas alat tes dengan reliabilitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?
Perbedaan penerapan reliabilitas dalam alat tes dan obserasi/wawancara dapat dijelaskan dengan perbedaan pendekatan kuantitatif (untuk alat tes) dan pendekatan kualitatif (observasi/wawancara). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa reliabilitas pada pendekatan kuantitatif bersifat tetap dan statis sedangkan reliabilitas pengukuran dengan pendekatan kualitatif bersifat berkembang dan tumbuh bersama kedekatan antara observer dengan observee (Neuman, 2007).
19. Bagaimana cara menggunakan reliabilitas?
Kita dapat menggunakan nilai reliabilitas untuk menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap alat ukur yang sudah kita buat. Nilai reliabilitas berkisar pada nilai 0-1, dimana semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan alat ukur tersebut semakin dapat dipercaya. Dipercaya disini dimaksudkan bahwa suatu alat tes apabila dilakukan tes ulang atau diadministrasikan oleh tester lain maka akan keluar nilai yang relatif tetap (ajeg).
20. Jika sebuah alat tes mencapai validitas namun tidak reliabel, bagaimana kualitas alat tes tersebut? Dan bagaimana jika terjadi kebalikannya?
Validitas dan reliabilitas bersifat saling melengkapi namun terkadang juga dapat bersifat bertolak belakang (Neuman, 2007). Dalam suatu contoh misalnya ada suatu alat ukur yang memiliki validitas tinggi namun memiliki reliabilitas rendah, hal ini dapat terjadi dalam pengukuran dengan pendekatan kualitatif. Misalnya konstrak yang diukur merupakan suatu konstrak yang sangat abstrak yaitu “alienasi” yang digali melalui metode wawancara, hal ini mungkin dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi namun reliabilitas yang rendah karena tergantung pada bagaimana peneliti menggunakan instrumen penelitian.
Contoh lain misalnya suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitasnya rendah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatan bahwa suatu alat ukur memiliki keajegan dalam mengukur namun kurang tepat dalam mengukur apa yang hendak diukur. untuk memudahkan pembahasan ini penulis mengutip gambar dari Neuman (2007) sebagai berikut:

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika ketika suatu alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitas rendah tidak dapat mengenai sasaran terhadap apa yang ingin diukur. Berdasarkan penjabaran tersebut maka dapat dikatakan bahwa ketika suatu alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitas yang rendah maka alat ukur itu memiliki kualitas yang rendah. Namun sebaliknya, jika suatu alat ukur valid maka kemungkinan besar reliabilitasnya akan dapat mengikuti menjadi baik juga. Secara sederhana dapat diakatakan bahwa suatu alat ukur yang valid akan cenderung memiliki reliabilitas yang tinggi namun alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi belum tentu valid.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Sigma Alpha.
Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas(Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Louis, J. (2011). Validitas dan reliabilitas. Diakses pada tanggal 11 November 2014 dari http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/02/validitas-dan-reliabilitas.html
Neuman, W. L., (2007). Basic Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approachs (2ed). Boston: Allyn & Bacon.
Rahayu, I.T. dan Ardani, T.A. (2004). Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia publishing.
Sattler, J.M. (2002). Assessment of Children. California: Penerbit Sattler.
Sudijono, A. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah (Direvisi dan Dilengkapi). Depok: Universitas Indonesia.

Antara Kampus dan Kampu”ng”


Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Saat kita mendengar kata Mahasiswa, hal yang pertama muncul dalam benak adalah seorang akademis. Atau lebih sederhana orang yang berkecimpung dengan kegiatan belajar dibangku perkuliahan. Jika kita menengok dalam Kamus Besar bahas Indonesia, mahasiswa berarti orang yang belajar di perguruan tinggi. Jika kita bertolak pada pengertian ini maka tampak nyatalah bahwa seorang mahasiswa adalah manusia yang masa hidupnya tidak jauh dari dunia perkuliahan. Mungkin lebih dari itu mahasiswa adalah orang yang sibuk berkutat dengan dunia kampus.

Jika kita mencoba menilik kepada realitas yang ada di negeri kita, kita akan mendapati bahwa mahasiswa tidaklah hanya manusia yang sibuk dalam dunia perkuliahan. Mahasiswa di Indonesia juga berperan sebagai salah satu control social yang sangat efektif dalam menyikapi kebijakan pemenrintah. Kita tengok saja bagaimana lengsernya dua presiden ini lengser, hal itu tidak bisa lepas dari peran mahasiswa yang sangat besar. Disini kita dapat melihat bahwa mahasiswa tidak hanya menjadi stok pekerja yang disiapkan, dididik dikampus kampus namun lebih dari itu mahasiswa adalah salah satu motor penggerak dinamika berbangsa dan bernegara.

Dari fakta diatas kita bisa membentuk sebuah hipotesis bahwa mahasiswa di Indonesia memiliki andil besar dalam perjalanan bangsa. Mahasiswa di negri ini tidaklah perlu menunggu hingga mereka lulus kuliah baru mereka akan bertindak terjun langsung dalam masyarakat. Pada kenyataannya peran mahasiswa sebagai kaum akademisi amat diperlukan untuk menggerakkan roda penggerak kemajuan bangsa. Di negri kita mahasiswa sangat diharapkan peransertanya untuk membantu masyarakat, menularkan ilmunya sekaligus wujud aplikasi ilmu yang dipelajari dibangku kuliah. Jika kita menggunakan teori memori, masa saat mahasiswa turun langsung inilah masa emas karena ilmu yang mereka terima langsung bisa diaplikasikan tanpa membuang waktu yang justru mungkin akan mengikis ingatan tentang ilmu yang mereka dapatkan diperkuliahan.

Kondisi saat ini saya berada didunia perkuliahan, sepertinya saya merasa berada diantara dua kutub yang belainan. Disatu sisi saya bertemu dengan kelompok mahasiswa yang aktif dalam dunia perkuliahannya sehingga disibukkan dengan membaca buku buku tebal yang menyita tenaga jika kita membawanya. Atau juga ada kelompok mahasiswa lain yang sibuk dalam kegiatan amal terjun langsung kp masyarakat. Namun masalahnya kelompok kedua ini terkadang mengabaikan dunia perkuliahan sehingga kapasitas keilmuannya menjadi kurang yang tentunya sangat disayangkan jika berbagi ilmu yang tidak lengkap kepada masyarakat yang haus akan ilmu.

Kelompok ketiga adalah kelompok mahasiswa yang menurut saya sangat memprihatinkan. Mereka tidak berada pada salah satu dari kedua kutub yang ada diatas. Mereka malah disibukkan dengan hal remeh temeh sekedar mencari pacar saat kuliah atau mengisi waktu luang dan sebagainya. Sangat miris tentunya jika kita melihat kondisi seperti ini. Diamana harapan besar berada dipundak para mahasiswa namun justru mahasiswanya menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang membuang waktu dan tidak mendatangkan manfaat.

Sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu tentu kita harus senantias ingat apa sebenarnya tujuan kita berada dikampus. Tujuan kita adalah menuntut ilmu, menuntut ilmu yang nantinya akan kita bagi dengan orang disekeliling kita. Mahasiswa perantauan khususnya, tentu mereka telah berangkat dengan tanggung jawab besar untuk menuntut ilmu yang bisa membawa manfaat bagi daerahnya kelak. Jika kita mengingat bagaimana langkah awal kita menjejakkan kaki dikampus dan meninggalkan rumah, adakah kita rasakan tanggung jawab yang ada dipundak kita? Tanggung jawab untuk menut ilmu, menuntut ilmu yang tidak semata-mata menuntut ilmu untuk kebutuhanmu. Wahai mahasiswa tuntutlah ilmu untuk dirimu dan orang-orang yang berada disekitarmu. Tuntutlah ilmu yang membawa manfaat untukmu dan membawa manfaat besar bagi lingkunganmu, yang yelah menaruh harapan besar dipundakmu. Harapan besar untuk membawa kemajuan bagi lingkungan disekitarmu dan lebih dari itu, membawa kemajuan diamana engkau dilahirkan. Tanah Air Indonesia…

Gejolak Dunia, Dimata “*Anak Desa”


*baca M. Fauzi Setiawan

Kerusuhan Mesir

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.


Beberapa waktu ini dimedia marak diberitakan tentang panasnya suhu politik di Mesir yang dikhawatirkan akan merembet ke negara-negara tetangga dikawasan timur tengah bahkan bisa jadi hal ini bisa mempengaruhi stabilitas Negara-negara dengan mayoritas muslim seperti Indonesia. Mesir yang semula merupakan Negara yang terkenal  aman dan tentram  menjadi bergejolak, terjadi huru hara yang menyebabkan kelumpuhan ekonomi dan pemerintahan.  Hal ini megingatkan kita pada peristiwa  Mei 98 yaitu tergulingnya rezim soeharto dan menandai  kelahiran masa reformasi di Indonesia. Dilihat dari berbagai sudut, pola yang  terjadi di mesir dibandingkan di Indonesia sangat mirip sehingga muncul praduga dibenak saya bahwa dalang dibalik peristiwa ini adalah orang yang sama.

Dimedia banyak diberitakana bahwa sebelumnya mesir merupakan Negara yang telah berhasil menjaga keamananan didalam negerinya, terlepas dari konflik yang terus berlarut-dinegara tetangganya Palestina dengan Israel. Kondisi kestabilan ini terjaga pada masa kepemimpinan Mubarak yaitu mulai tahun 1980  hingga sekarang tahun 2010. Husni Mubarak yang terkenal memiliki hubungan baik dengan Negara Superpower Amerka. Hal ini sangat mirip dengan sosok Soeharto yang juga mampu berkuasa di Indonesia dalam kurun waktu yang tidak kalah lama. Dari sini yang menarik adalah pola yang sama yang dulu menimpa rezim Suharto dan kini sedang dihadapi oleh Mubarak di Mesir.

Orang awampun jika melihat kondisi seperti yang disebutkan diatas akan bertanya-tanya, ada apa dengan semua ini? Seperti ada rencana besar yang ada dibalik peristiwa penggulingan Pemerintahan dinegara yang pemimpinnya memiliki hubungan baik dengan Amerika. Para ahli mungkin telah memberikan berbagai prediksi menyikapi kondisi demikian. Namun tetap saja jika kita melihat media, pembahasan mendalam mengenai hal ini masih sangatlah jarang. Paling banter yang dilakukan oleh media adalah membahas latar belakang dan efek kedepannya bagi Negara yang dilanda konflik seperti dimesir. Atau mungkin juga malah kurang dari hal itu sebatas memberitakan kejadian kekerasan yang terjadi tanpa pembahasan mendalam tentang apa yang sesungguhnya melatarbelakangi kisruh politik yang sekarang sedang dialami Mesir.

Sekarang dibeberapa bagian di Indonesia juga mengalami kejadian yang menurut saya sangat profokatif. Bagaimana tidak?! Isu penyerangan kepada kelompok Ahmadiah di Pandeglang dan tidak berlangsung lama belanjut penyerangan terhadap Gereja di Temanggung hal ini seperti membentuk opini untuk memposisikan kaum muslim sebagai pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kekerasan yang terjadi. Sangat besar kemungkinan bahwa ada semacam rencana besar untuk membuat kondisi negara ini tenggelam dalam konflik yang berbau SARA.  Hal ini bukan maksud saya membesar-besarkan peristiwa yang ada, tapi jika kita menyimak berita-berita dimedia akan kita temukan banyak informasi tentang kemungkin besar adanya orang-orang berkepentingan yang mengomando kerusuhan ini.

Menyikapi hal ini kita harus senantiasa berfikir dengan kepala dingin, jangan sampai kita sebagai umat Islam dan Bangsa Indonesia pada khususnya. Kita harus tetap menjaga kerukunan antar elemen masyarakat, jangan sampai kejadian yang terjadi ini memicu konflik dalam negara kita sendiri. Dunia sedang bergejolak, dan sepertinya ada pihak-pihak berkepentingan yang berniat menyeret bangsa kita dalam kekalutan dunia ini. Kejanggalan disana-sini seperti pemicu penyerangan gereja yang tidak masuk  akal,”buku menjelek-jelekkan umat islam yang diyakini milik seorang pastor, apakah sesama umat beragama akan melakukan hal yang demikian?! Berniat memicu konflik dengan sengaja meninggalkan tulisan yang menjelek-jelekkan agama lain?”.

Keanehan penyerangan Ahmadiah di Pandeglang dimana penyerangnya mengenakan pita khusus, semakin menguatkan kecurigaan saya terhadap pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama dari berbagai Elemen masyarakat untuk bersatu padu saling menguatkan. Tindakan profokatif itu adalah ulah orang-orang yang mengharapkan kemunduran bagi bangsa kita.  Sudah sewajibnya kita menjawab tantangan mereka dengn membuktikan Kesatuan Kita! HIDUP INDONESIA!! Ridhlo Gusti Allah Menyertai kita!

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑